Pages

Sunday 10 February 2013

Excuse Me, Could I Excuse The Excuseness?

Kehidupan sosial di dunia semakin berkembang dan terus berkembang. Faktor teknologi, pergaulan, tuntutan, dan ke-excuse-an bisa jadi penyebab segala sesuatu yang dulunya tabu sekarang menjadi biasa, begitu juga sebaliknya.

Ga usah aneh-aneh, kita ambil contoh perihal cewek ngerokok di tempat umum. Dulu aja, cewek ketauan ngerokok bisa dianggap negatif oleh yang lain. Kalo sekarang, udah biasa-biasa aja kan, ga ada yang protes, ga ada bisik-bisik ke sebelah ngomong 'duh, yaampun tuh cewe ngerokok', rata-rata orang sekitar udah biasa ngeliat ini, baik itu di fastfood place, resto, kampus, atau halte.
Siapa yang salah kalo ternyata kehidupan sosial kian 'aneh'? Lagi-lagi jawaban yang paling diplomatis adalah: ga ada yang salah.

Terbentuknya keberagaman ini pasti didorong dengan rasa ingin tau, ingin coba, ingin bisa, ingin ini-itu. Iseng, mungkin awalnya. Lama-lama yang tidak biasa menjadi biasa dan ini merupakan suatu ke-excuse-an yang sering terjadi.

Misal, gue punya temen si A dan B. Mereka berbeda gender dengan status teman tapi dekat dan sering membahas tentang kehidupan, mulai dari pertemanan, sosial-masyarakat, animo yang happening, penyimpangan perilaku, hingga yang berbau dewasa. Tidak jarang mereka bercanda kalo mereka pernah begini dan begitu (intinya, deeper relationship with each other, exactly physically).

Awalnya gue dan temen-temen menanggapi dengan tidak serius sambil ketawa-ketiwi, kita berpikir ga mungkin mereka melakukan seperti itu. Tapi lama-kelamaan sepertinya yang diceritakan itu sesuatu yang fakta.

Memang ga pernah dapet buktinya, tapi gue dan teman yang lain bisa merasakan. Terus apa reaksi kita selanjutnya? Salah satu temen gue ada yang khawatir dengan hubungan mereka.

Suatu malam, si cowo akan nginep di rumah cewe yang lagi kosong. Temen gue memohon ke gue buat ngawasin mereka yang mana gue harus nginep juga di sana. Gue dengan santainya bilang ga bisa karena emang ga boleh sama orang rumah. Gue cuma ngasih statement ke temen gue: mereka udah gede, udah ngerti yang baik dan yang buruk, jadi yaudah biarin aja mau mereka apa.

Setelah itu gue ga ada rasa cemas, semuanya santai. Dan di sini gue baru sadar kalo ternyata gue udah punya gejala ke-excuse-an dengan berpikir mereka udah dewasa. Ke-bodoamat-an juga bisa memperburuk kehidupan sosial.

Seperti temen gue itu, gue ga terlalu masalah udah sejauh apa hubungan mereka, padahal kalo gue mau sedikit lebih care ke mereka, mungkin masih bisa mencegah apa yang harus dicegah. Setidak-tidaknya ga akan menular ke kitanya karena belakangan ini gue baru tau kalo akhlak yang buruk itu sesungguhnya menular melalui pertemanan.

No comments: