Pages

Tuesday 26 February 2013

Reply! ASAP

Udah nonton Reply 1997? Kalau gue, baru saja selesai. :D

Mungkin banyak yang belum tau Reply 1997 itu apa, so Reply 1997 adalah judul sebuah serial cerita cinta terbitan de-ha-min-guk alias Korea Selatan. Serial ini dikemas secara rapi, unik dan jauh terkesan dari drama cinta-cintaan yang creepy, murahan dan gampang ketebak. Pengambilan gambar yang tidak biasa seperti di drama-drama Korea lainnya, menjadikan salah satu daya tarik ketika gue menikmati serial ini. Jalan cerita yang maju-mundur membuat gue penasaran dengan kisah ini.

Ini adalah kisah persahabatan dan romantisme anak SMA di tahun 90-an. Pemeran utama adalah Sung Shi Won, Yoon Je, Tae Wong yang terlibat cinta segitiga antara kakak dan adik. Kalo gue yang menceritakan di sini ga bakal dapet feel-nya, hahaha, lebih baik langsung aja ditonton Reply 1997 karena kalian gak akan nyesel dengan tisu yang dihabiskan, perut yang sakit karena bumbu komedinya, serta rona merah di pipi yang ngebuat senyum-senyum sendiri. Dan yang membuat gue terkesan adalah ada part history nya yang nyritain kehidupan sebagai fans K-idol. Oke, pasti terkesan ini pasti norak, tapi ga kok, beneran, gue jamin.

Walaupun begitu, sebenernya banyak yang ingin gue komentari serial drama ini. Yaaah, tapi ini dari persepsi gue sebagai orang awam aja sih. Hahaha. Dan yang paling ingin gue komen adalah cast playernya.

  1. Sung Shi Won adalah main actrees, gue suka banget dengan akting cewek ini. Ga sok imut, ga dibuat-buat, suaranya yang serak, yaaah menurut gue mirip Hye Mi di Dream High walaupun beda, tapi mirip, tapi beda, tapiiiii ga tau deh. Selain itu, Shi Won sangat menjiwai peran saat menjadi fans Tony (Idola 90an).
  2. Yoon Je adalah main actor. Sebenernya, ganteng, tapi gue ga suka. Mukanya terlalu muda untuk meranin cowok berumur 33 tahun. (yang aslinya padahal sebenernya dia udah lumayan tua). Hahaha. Aktingnya agak kurang pas aja dengan perannya. Dia dituntut memerankan pria yang cool, pintar dan idola wanita. Tapi kalo dari penglihatan kaca burem gue, masih belum, masih kurang cool. Masih belum bisa memikat hati, #tsah. Hahaha. But afterall, okelah ke sini-sininya.
  3. Mo Yoo Jung adalah supported actress as Shi Won's bestfriend. Menurut gue dia teralu tua, tapi dia imut dan menyenangkan saat memerankannya.
  4. Joon He adalah supported actor as Yoon Je's bestfriend. Nah yang ini kompleks, ada satu sisi yang pas dan ga pas menurut gue. Ceritanya dia suka ama sahabatnya sendiri, yah u know. Emang sih kaum yang begitu ga melulu harus orang yang lemah gemulai atau temennya cewek-cewek semua. Tapi sepertinya kalo dikenyataan kaum begitu ya seperti Joon He ya. Joon He terlalu imut dan diceritanya dia bukan idola cewek-cewek, padahal kalo diliat pasti banyak cewek-cewek yang klepek-klepek dengan keimutan Joon He walaupun gue bukan salah satunya :P
  5. Hak Chan! adalah supported actor as Mo Yoo's boyfriend. Yang ini gue demen bangeeeeet, entah kenapa. Padahal ga ganteng-ganteng amat. Berkharisma juga ga. Tapi tatapan malu-malu kucing, salah tingkah, semua-muanya bikin gue 'eemmm, demen ama Hak Chan' :P
  6. Tae Wong adalah main-supported actor as Yoon Je's brother. Tinggi, manis, cakep, apalagi ya... tapi masih kurang sesuai dengan perannya. Masih kurang cool nya. And I'm a bit annoyed by his lips. :3
  7. Sung Jae adalah supported actor. Kalo dari muka, gue ga nyangka kalo dia meranin orang bawel. Malah gue kira dia tipe yang kasar, suka jail, yaaah kaya preman-preman gitulah. Tapi ternyata gak! Wkwkwk
  8. Aboji n Omma nya Shi Won. Suka ama couple ini. They act naturally. Daebak!

Hmmmm, tapi ketidak sempurnaan di atas ngebuat gue memahami bahwa yang tidak sempurna pun dapat memberikan nilai yang luar biasa kalo kita mau melihat lebih dekat. No one is perfect, but you could make it 'perfect'. :)

Happy watching!

Love this quote: Menyukai seseorang bukanlah pilihan, itu datang dari hati. :)

Sunday 10 February 2013

Excuse Me, Could I Excuse The Excuseness?

Kehidupan sosial di dunia semakin berkembang dan terus berkembang. Faktor teknologi, pergaulan, tuntutan, dan ke-excuse-an bisa jadi penyebab segala sesuatu yang dulunya tabu sekarang menjadi biasa, begitu juga sebaliknya.

Ga usah aneh-aneh, kita ambil contoh perihal cewek ngerokok di tempat umum. Dulu aja, cewek ketauan ngerokok bisa dianggap negatif oleh yang lain. Kalo sekarang, udah biasa-biasa aja kan, ga ada yang protes, ga ada bisik-bisik ke sebelah ngomong 'duh, yaampun tuh cewe ngerokok', rata-rata orang sekitar udah biasa ngeliat ini, baik itu di fastfood place, resto, kampus, atau halte.
Siapa yang salah kalo ternyata kehidupan sosial kian 'aneh'? Lagi-lagi jawaban yang paling diplomatis adalah: ga ada yang salah.

Terbentuknya keberagaman ini pasti didorong dengan rasa ingin tau, ingin coba, ingin bisa, ingin ini-itu. Iseng, mungkin awalnya. Lama-lama yang tidak biasa menjadi biasa dan ini merupakan suatu ke-excuse-an yang sering terjadi.

Misal, gue punya temen si A dan B. Mereka berbeda gender dengan status teman tapi dekat dan sering membahas tentang kehidupan, mulai dari pertemanan, sosial-masyarakat, animo yang happening, penyimpangan perilaku, hingga yang berbau dewasa. Tidak jarang mereka bercanda kalo mereka pernah begini dan begitu (intinya, deeper relationship with each other, exactly physically).

Awalnya gue dan temen-temen menanggapi dengan tidak serius sambil ketawa-ketiwi, kita berpikir ga mungkin mereka melakukan seperti itu. Tapi lama-kelamaan sepertinya yang diceritakan itu sesuatu yang fakta.

Memang ga pernah dapet buktinya, tapi gue dan teman yang lain bisa merasakan. Terus apa reaksi kita selanjutnya? Salah satu temen gue ada yang khawatir dengan hubungan mereka.

Suatu malam, si cowo akan nginep di rumah cewe yang lagi kosong. Temen gue memohon ke gue buat ngawasin mereka yang mana gue harus nginep juga di sana. Gue dengan santainya bilang ga bisa karena emang ga boleh sama orang rumah. Gue cuma ngasih statement ke temen gue: mereka udah gede, udah ngerti yang baik dan yang buruk, jadi yaudah biarin aja mau mereka apa.

Setelah itu gue ga ada rasa cemas, semuanya santai. Dan di sini gue baru sadar kalo ternyata gue udah punya gejala ke-excuse-an dengan berpikir mereka udah dewasa. Ke-bodoamat-an juga bisa memperburuk kehidupan sosial.

Seperti temen gue itu, gue ga terlalu masalah udah sejauh apa hubungan mereka, padahal kalo gue mau sedikit lebih care ke mereka, mungkin masih bisa mencegah apa yang harus dicegah. Setidak-tidaknya ga akan menular ke kitanya karena belakangan ini gue baru tau kalo akhlak yang buruk itu sesungguhnya menular melalui pertemanan.